Ius Curia Novit dan Keterangan Ahli Hukum Pidana Dalam Sidang Kasus Kopi Sianida

Fato Irfan
Jika ditanya tayangan manakah yang memiliki rating paling tinggi di televisi saat ini? Jawabannya adalah, persidangan kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin atau trend dikenal dengan kasus 'kopi sianida'. Beberapa televisi swasta memang cukup setia menayangkan secara langsung setiap tahap persidangan kasus ini.Berbagai tanggapan tentang tayangan ini pun mencuat, ada yang menanggapi positif bahwa tayangan ini bermanfaat bagi pengetahuan hukum masyarakat. Paling tidak, masyarakat awam mendapat pengetahuan tentangbagaimana proses dalam persidangan pidana.

Sebaliknya, adapula yang beranggapan bahwa tayangan persidangan kasus kopi sianida adalah sebuah pembodohan karena, masyarakat Indonesia dibuat lupa akan issu-issu perpolitikan tanah air.
Salah satu issu yang tenggelam oleh kasus kopi sianida adalah perombakan kabinet jilid 2. Survei pun dilakukan demi mendukung anggapan yang demikian. Sebuah tulisan dikutip dari muslimsays.com.dengan judul 'Kasus Kopi Sianida dan Pembodohan Masyarakat', disana dituliskan,“Sebuah survei yang digagas oleh Indikator Politik Indonesia secara atap muka terhadap 1220 responden di  berbagai kota di Indonesia, menemukanfakta yang miris. 53% responden mengaku tak tahu menahu jika ada perombakan kabinet (lihat Tribunnews Senin, 15 Agustus 2016: Rating Persidangan Jessica Wongso Lebih Tinggi Ketimbang Perombakan Kabinet).

Saya tidak bermaksud memperpanjang bahasan tentang pro dan kontra tayangan persidangan kopi sianida tersebut, karena memang fokus tulisan ini bukan disitu. Sisi lain dari persidangan kasus kopi sianida yang ingin Saya kemukakan adalah, tentang keteranganahli hukum pidana yang diberikan dalam persidangan dikaitkan dengan asas ius curia novit.

Dalam persidangan kali ke sekian kalinya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan seorang akademisi dari UGM, Prof. Eddy O.S. Hiariej. Profesor muda ini diajukan oleh JPU untuk memberikan keterangannya selaku ahli hukum pidana. Karena yang mengajukan adalah JPU, tentu posisi ahli ini untuk menguatkan dakwaan JPU dalam rangka membuktikan kesalahan terdakwa. Dalam keterangannya di persidangan, ahli memaparkan berbagai teorihukum pidana berkenaan dengan kasus yang disidangkan, sehinggapeserta sidang tak terkecuali majelis hakim kelihatannya banyak menyerap pengetahuan hukum dari sang ahli hukum pidana ini.Tetapi disinilah letak masalahnya. Mendengarkan keterangan ahli hukum pidana dalam persidangan pidana, sebenarnya bertentangan dengan asas ius curia novit.Apakah asas ius curia novit? Prof. Achmad Ali dalam bukunya Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata (hal. 63) menyebutkan ini adalah asas yang memfiksikan bahwa setiap hakim itu harus dianggap tahu akan hukumnya perkara yang  diperiksanya. Menurut AJ Day, dalam persidangan berlaku adagium ius curia novit dimana hakim dianggap tahu hukum sehingga dalam perkara-perkara pidana seharusnya majelis hakim tidak perlu mendengarkan keterangan ahli hukum pidana.

Memang Keterangan Ahli berlaku sebagai salah satu alat bukti sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP. KUHAP pun telah memberikan definisi yang jelas dalam Pasal 1angka 28, bahwa keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan.Keterangan ahli yang dimaksud dalam ketentuan tersebut, misalnya ahli kedokteran kehakiman, ahli balistik, ahli kimia, ahli fisika, ahli farmasi, ahli toxin. (Lihat Indonesia Corruption Watch, Hasil Eksaminasi Publik Putusan Pengadilan Negeri Jayapura Dalam Perkara Korupsi dan Pencucian Uang, 2009, hal. 30).

Pada kenyataannya hakim dalam melihat suatu perkara sudah barang tentu tidak hanya merujuk pada perangkat peraturan-peraturan yang berkaitan dengan perkara. Tetapi juga menjadikan pendapat para ahli hukum sebagai referensi. Entah itu melaluiperkuliahan, atau membaca buku. Tetapi jika ahli hukumnya dihadirkan lalu didengarkan keterangannya di persidangan, dan lalu keterangannya dijadikan sebagai pertimbangan dalam putusan hakim, ini yang jadi masalah. Sebab, asas ius curia novit adalah asas persidangan yang mesti dipatuhi oleh hakim.

Posting Komentar

0 Komentar