HTI MUSTAHIL KOMUNIS/MARXIS-LENINIS APALAGI ATEIS.



Irfan Siduppa
Wacana pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), meskipun sudah dikemukakan alasannya oleh Pemerintah, tetap saja mengundang beragam spekulasi. Diantaranya menyebutkan bahwa pemerintahan Jokowi in casu PDIP hendak melakukan upaya 'balas dendam' menyusul kekalahan Ahok di Pilkada DKI Jakarta. Dan atas kekalahan itu harus ada pihak yang bertanggung jawab. Asumsi ini mungkin saja ada benarnya mengingat HTI adalah salah satu ormas diantara ormas-ormas Islam yang paling perwira menolak pemimpin non muslim. Sehingga cukup beralasan jika HTI disasar. Alasan pembenar pembubaran tinggal dicari kemudian. Terlepas benar atau tidaknya asumsi trsebut, saya tidak berpretensi membahasnya lebih lanjut. 

Pemerintah lewat Menkopolhukam Wiranto beberapa waktu lalu mengemukakan 3 hal yang membuat partai pembebasan itu harus dibubarkan. Pertama, sebagai ormas, HTI tidak melaksanakan peran positif untuk mengambil bagian dalam proses pembangunan guna mencapai tujuan nasional. Kedua, kegiatan yang dilaksanakan HTI terindikasi kuat telah bertentangan dengan tujuan, asas, dan ciri yang berdasarkan Pancasila dan UUD Negara RI tahun 1945 sebagaimana diatur dalam UU tentang Ormas. Ketiga, aktifitas yang dilakukan HTI dinilai telah menimbulkan benturan di masyarakat yang dapat mengancam keamanan dan ketertiban masyarakat, serta membahayakan keutuhan NKRI. Sudah barang tentu Pemerintah harus membuktikan tuduhannya ini secara hukum.

Pembubaran HTI memang baru sebatas wacana. Sebab, membubarkan suatu ormas (terlebih yang berbadan hukum) tak segampang membalik telapak tangan. Tidak bisa hanya dengan keputusan presiden, sebagaimana Masyumi dan PSI dibubarkan Soekarno hanya dengan keppres. Pembubaran ormas butuh proses 'pertarungan' di pengadilan, setelah pemerintah melakukan upaya persuasif hingga memberikan sanksi administratif (teguran tertulis 3 kali, penghentian bantuan, dst.) kepada ormas bersangkutan. Pemerintah melalui jaksa sebagai pemohon harus mampu membuktikan dalil-dalilnya di pengadilan. Begitu yang digariskan dalam UU No. 17 tahun 2013 tentang Ormas.

Dalam konteks pembubaran HTI, khususnya soal pembuktian, Saya melihat kedepannya akan menarik. Pembuktian alasan-alasan yang disebutkan Wiranto, ketika di pengadilan nantinya akan lebih berat ketimbang pembuktian dalam kasus Ahok. Dalam poin kedua misalnya, Pemerintah menyebutkan bahwa "kegiatan yang dilaksanakan HTI terindikasi kuat telah bertentangan dengan tujuan, asas, dan ciri yang berdasarkan Pancasila dan UUD Negara RI tahun 1945 sebagaimana diatur dalam UU tentang Ormas."

Sementara dalam Pasal 59 ayat (4) UU tentang Ormas menyebutkan, "Ormas dilarang menganut, mengembangkan, serta menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila". Yang dimaksud dengan "ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila" adalah ajaran ateisme, komunisme/marxisme-leninisme (penjelasan ps. 59 ayat 4). Jelas, HTI mustahil komunis/marxis-leninis apalagi ateis.

Kinopasan, 14 Mei 2017

Posting Komentar

0 Komentar